Minggu, 09 Januari 2011

contoh laporan penelitian hasil observasi (versi universitas negeri malang)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita semua menyadari bahwa ada satu hal di dunia ini yang tidak pernah berubaah yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita butuhkan untuk mengembangkan potensi anak di dalam negeri yang berperan sebagai aset negara yakni melalui proses pembelajaran.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Tujuan di atas dapat dicapai salah satunya dengan mengembangkan dan meningkatkan mutu serta daya saing dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran bagi guru-guru di sekolah yang di lakukan harus selalu mengacu pada tujuan undang-undang dengan memperhatikan karakteristik siswa sebagai penerus bangsa.

Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa:

Manusia adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang. Sebagai mana di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien, makhluk yang berbuat atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo educandum, merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat di gunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut.

“setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan karakteristik yang di dapat dari pengaruh lingkungan” (Sunarto, 1994:4). Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang ada didalam kelas, tidak seorangpun yang sama. Mungkin dua orang kelihatannya hampir sama, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati keduanya tentu terdapat perbedaan.

Untuk itu di perlukan guru-guru yang berkualitas, yang menguasai pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat mengelola kegiatan pembelajaran dua macam kelas yang optimal pada berbagai situasi siswa dan materi pembelajaran. Namun karena berbagai sebab, kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan harapan para guru di sekolah-sekolah yang menerapkan metode pembagian dua kelas.

Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran tertentu. Hal ini mungkin di sebabkan oleh pendekatan, strategi, model, atau metode yang diterapkan oleh guru kurang sesuai, juga kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga dan buku pegangan siswa yang terbatas atau sebab lain yang tidak diketahui.

Keadaan ini mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang pembelajaran di sekolah, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya peningkatan prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Hasil observasi terhadap kualitas proses pembelajaran dan penelitian terkait dengan hasil peninjauan mengindikasikan berbagai masalah yang dialami oleh sebagian besar guru yang bermuara pada kinerja mengajar yang masih rendah. Namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada peneliti maka masalah yang akan di pecahkan dalam penelitian ini dibatasi yaitu: ”apakah penerapan model pembelajaran dua macam kelas dapat mempermudah kinerja guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?”

Masalah diatas menurut peneliti akan dapat di jawab melalui pemecahan dua sub masalah di bawah ini, yaitu:

1. Bagaimana upaya meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Proboinggo?

2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelad di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian tentang pembelajaran di sekolah ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di jabarkan dalam tujuan khusus yaitu:

1. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas

Kelas merupakan sarana atau tempat penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, bahkan sampai perguruan tinggi. Dalam pembelajaran di kelas, “belajar itu akan lebih berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Cita-cita di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan siswa untuk belajar” (Sunarto, 1994:159).

Sebagian besar guru tidak menyadari akan pengalaman pembelajaran di kelas pada umumnya yang masih bersifat tradisional. Kebanyakan guru di kelas hanya berceramah menerangkan konsep, memberikan contoh soal dan latihan soal, kemudian mengadakan ulangan harian tanpa harus memperhatikan kebutuhan siswa dalam belajar.

Guru mengajar seperti hanya menyuapi makanan kepada siswanya. Siswa harus menerima suapan itu tanpa ada perlawanan, tanpa aktif berfikir, orang yang belajar dianggap sebagai individu yang pasif tanpa bisa memberikan kritik apakah pengetahuan yang di terimanya benar atau tidak. Akibatnya siswa menjadi sangat pasif, tidak kreatif dan tidak produktif. Bila hal ini tidak segera diatasi maka tidak heran bila pemahaman siswa terhadap pelajaran masih belum maksimal.

B. Pembelajaran Berdasarkan Teori Behavioristik

Salah satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di kelas yang masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di tandai dengan munculnya teori belajar yang dikenal dengan behavioristik.

“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009). Pada intinya, teori behavioristik menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah pada umumnya. Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang di pahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus di pahami oleh murid” Degeng dalam (Maziatul, 2009).

Pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan dari benak guru ke otak siswa. Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus mengembangkan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.

Pembiasaan dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. kegagalan dalam penambahan pengetahuan di kategorikan sebagai kesalahan yang perlu di hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. “Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa. Demikian juga, ketaatan pada aturan juga di pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” Degeng dalam (Maziatul, 2009).

C. Model Pembelajaran Dua Macam Kelas

Suatu model pembelajaran dengan mengklasifikasikan tempat penyelenggaraan pembelajaran atau kelas untuk menyesuaikan kemampuan, potensi dan bakat siswa. Model pembelajaran dua macam kelas ini mengutamakan kerja sama diantara guru dalam membentuk sistem belajar yang kondusif dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model ini di rancang pada umumnya supaya meningkatkan proses pembelajaran siswa yang berkaitan dengan hasil belajar akademik, memudahkan dalam penyampaian materi pembelajaran serta terbentuknya sistem pembelajaran yang efektif dan efisien.

Siswa belajar dan saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran, dengan ragam yang sama siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide yang mereka kuasai, sehingga memudahkan bagi para pendidik dalam menciptakan suatu suasana pembelajaran yang produktif.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengetahui kualitas proses kegiatan pembelajaran maka dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat peran aktif guru selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti melakukan observasi di salah satu sekolah dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam bentuk wawancara yang ditujukan pada sebagian guru dan penyebaran angket pada siswa.

Angket siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap kinerja guru dalam penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di terapkan di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Sedangkan untuk mengetahui hasil belajar siswa di lakukan penilaian kinerja guru melalui kegiatan wawancara. Wawancara terutama dilakukan terhadap guru-guru yang memiliki tugas ganda mengajar di dua macam kelas yang berbeda, untuk mengetahui mengapa siswa yang bersangkutan masih belum mengalami peningkatan prestasi belajar seperti yang di harapkan, karena untuk mengetahui hasil belajar siswa bisa dinilai dari kinerja guru dalam pembelajaran di kelas.

B. Teknik Analisis Data

Data yang berupa kalimat-kalaimat yang dikumpulkan melalui observasi dengan penyebaran angket pada siswa, wawancara pada sebagian guru diolah dan di analisis supaya menghasilkan kesimpulan yang valid.

Peneliti menggunakan dua komponen pokok dalam tahap analisis, yaitu data reduksi dan penguraian data. Data reduksi merupakan proses seleksi pemfokusan data yang ada dalam angket dan juga dalam bentuk recording. Proses pemfokusan ini bagian dari analisis yang mempertegas, memperpendek, dan membuang hal yang tidak penting. Proses ini berlangsung sepanjang pelaksanaan penelitian dan saat pengumpulan data, setelah data yang dikumpulkan lebih fokus pada permasalahan. Selanjutnya pada tahap penguraian data peneliti menjabarkan permasalahan sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Permasalahan

Data yang telah terkumpul, kebanyakan permasalahan yang timbul di sekolah ialah kurangnya motivasi belajar bagi siswa dan penegasan dari guru dalam melaksanakan kewajibannya. Akibat yang ditimbulkan siswa menjadi bosan, mengantuk dan malas mengikuti mata pelajaran yang berlangsung.

Memotivasi siswa dalam belajar menjadi kewajiban utama bagi guru di MA Nurul Jadid. Sesuai pengamatan terhadap tingkah laku yang tidak di inginkan dalam proses pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa selama KBM berlangsung. Selama pembelajaran berlangsung, ketika guru menjelaskan materi yang akan disampaikan, ditemukan bahwa rata-rata siswa di kelas memperlihatkan tingkah laku yang tidak di inginkan, yaitu mendengarkan musik ketika guru menjelaskan pembelajaran, bicara dengan teman sebangku, melamun dan bahkan ada yang tidur di saat KBM berlangsung. Setelah menerapkan aturan-atauran kelas kepada siswa, kebanyakan guru mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar.

Keluhan siswa mengenai cara mengajar atau metode pembelajaran yang diberikan guru di sekolahnya, kebanyakan mereka menuntut sistem pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menghidupkan suasana kelas dan juga tidak ambigu. Siswa hanya dituntut untuk mendengarkan ceramah dari guru dan apabila siswa tidak memahami, guru menjelaskan kembali sampai siswa tersebut benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud sang guru.

Pendidik di sini terkesan lebih mementingkan masukan atau input yaitu berupa stimulus dan siswa harus memahami serta mendapatkan apa yang diberikan oleh guru yakni berupa respon atau output. Guru berasumsi intinya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati atau jelas adanya, itu yang di dapatkan dari hasil belajar siswa. Juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya,


bahwa apa yang terjadi diantara input dan output itu dianggap tidak penting di perhatikan sebab tidak bisa diamati. Siswa memahami penjelasan yang di sampaikan guru, di sini siswa telah dianggap belajar tanpa memperhatikan apakah yang diberikan guru dan diterima oleh siswa itu berpengaruh bagi proses belajar siswa dalam memahami pelajarannya.

Demikian yang diperoleh dari salah satu angket siswa dengan jumlah keseluruhan angket lima puluh yang di sebarkan peneliti pada dua kelas yang berbeda, sebagai sampel untuk mengetahui proses pembelajaran di MA Nurul Jadid yang menerapkan model pembagian dua kelas yakni kelas MBI (Madrasah Berstandart Internasional) dan kelas reguler.

Permasalahan guru sendiri, dari hasil wawancar terhadap sebagian guru-guru yang mengajar di MA Nurul Jadid, kesulitan guru dalam pembelajaran kebanyakan minimnya metode yang di gunakan pendidik dalam menghadapi peserta didik yang memiliki pola belajar yang beragam dan minimnya pengetahuan guru mengenai apa-apa yang di butuhkan siswa dalam pembelajaran.

Demikian permasalahan yang dapat ditemukan peneliti di lapangan, dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa masalah yang dihadapi guru dalam penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid yang di jabarkan dalam dua sub masalah di bawah ini, yaitu:

1. Minimnya pemahaman guru mengenai karakteristik siswa atau apa yang siswa butuhkan dan minimnya metode atau keterbatasan guru dalam hal mengelola dua macam kelas seperti yang diterapkan di sekolah itu.

2. Kurangnya penegasan dan rasa sebagai pemotivator dari diri pendidik dalam usahanya meningkatkan hasil belajar siswa dan penggunaan metode yang terlalu ambigu yang dapat menurunkan nafsu belajar siswa.

B. Alternatif Masalah

Dengan diadakannya pembagian sub masalah, sehingga dapat di berikan alternatif atau penyelesaian mengenai masalah-masalah tersebut yang di jabarkan dalam beberapa sub alternatif, yaitu:

1. Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa

Mengenai pemahaman karakteristik siswa, siswa sebagi subjek didik yang di harapkan mampu memiliki kompetensi sebagaimana yang telah diterapkan dalam standart kompetensi, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali dan juga setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal merespon atau memahami sejumlah materi dalam pembelajaran. Dengan diadakannya analisis kemampuan awal dan karakteristik pada siswa, guru akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswanya, yang berfungsi sebagai pandangan atau acuan bagi bahan baru yang akan di sampaikan. Selain itu, guru juga dapat memperoleh gambran, mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya, kebutuhan para siswa.dengan berdasarkan pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa (Muflihin, 2009:2).

Alternatif kedua, guru dapat merencanakan materi pembelajaran yang akan di sampaikan terlebih dulu. Seharusnya proses pembelajaran yang di laksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak terlalu mengekang dan melebihi terhadap kebutuhan siswa dalam materi pelajaran. Kenyataan dilapangan, sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan di berikan di dalam kelas. Untuk itu sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing siswa, kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu “siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokan, dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran dan materi pembelajaran di sesuaikan dengan keadaan siswa” Suparman dalam(Muflihin, 2009:1).

Hasil dari tes ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni kelas unggulan dan kelas reguler. Hal ini sudah terlaksana di MA Nurul Jadid dan langkah selanjutnya hanya butuh pengembangan dan modifikasi metodenya supaya lebih mendapatkan hasil yang lebih bermutu.

Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan hasil analisis kemampuan awal siswa, guru di harapkan dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin di ketahui adalah bahwa ada pokok materi pembelajaran tetentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti dan pada sebagian materi pembelajaran yang lain sebagian besar siswa belum memahami. Rencana pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru terhadap kondisi pembelajaran yang sebagian besar siswanya sudah memahami materi ini, bisa di lakukan pembelajaran dalam bentuk diskusi yakni siswa di minta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar. Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan di berikan pembelajaran secara penuh di dalam kelas.

2. Menerapkan penguat-penguat yang ada dalam teori belajar behavioristik (shaping dan modelling).

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dan respon, dimana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang di tunjukkan oleh siswa sebagai hasil dari belajar. Seperti yang telah di terapkan di sekolah, teori belajar behavioristik bisa membantu meningkatkan semangat dan motivasi siswa. Di dalam teori behavioristik terdapat istilah shaping dan modelling, shaping sebagai langkah awal dalam memberikan motivasi kepada siswa yakni dengan pembentukan perilaku. Masalah yang ada di lapangan seperti minimnya motivasi belajar siswa yang dapat menurunkan semangat siswa dalam pembelajaran bisa diatasi dengan di terapkannya proses shaping atau menguatkan komponen-komponen respon dalam usahanya mengarahkan subyek didik kepada respon yang di inginkan.

Esti dalam(Thohir,2010) menyampaikan: Shaping untuk memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:

1. Datang di kelas pada waktunya

2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru

3. Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik

4. Mengerjakan pekerjaan rumah

5. Penyempurnaan

Hasil dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku menunjukkan bahwa kehadiran masuk sekolah bertambah setelah beberapa bulan, motivasi belajar siswa hidup kembali dan yang lebih penting lagi ialah siswa menjadi lebih bisa bekerja sama di kelas dan menggunakan waktu belajar mereka lebih efektif dengan penerapan shaping ini.

Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat di terapkan secara tepat oleh operant conditioning. Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan guru untuk memberi motivasi kepada siswa dalam pembelajaran. Clarizio dalam(Thohir, 2010) memberi contoh bagus mengenai bagaimana guru menggunakan modelling untuk mengembangkan, meningkatkan minat belajar murid terhadap literatur bahasa inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa inggris dengan tertawa terbahak-bahak, kadang tersenyum, mengerutkan dahi dan sebagainya, demi membangkitkan daya tarik anak terhadap buku tersebut.

Modelling bisa di terapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun orang lain sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran aqidah akhlak, qur’an hadits, bahasa arab, bahasa inggris seperti yang ada pada mata pelajaran di MA Nurul Jadid. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik, siswa diajak ke suatu tempat dimana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas atau sekolah.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan pemaparan permasalahan yang di temukan di lapangan dan disertai dengan alternatif penyelesaiannya, dapat di simpulkan bahwa permasalahan yang menghambat keefektifan pelaksanaan pembelajaran di MA Nurul Jadid ialah minimnya pemahaman guru mengenai kebutuhan siswa seta kurangnya partisipasi siswa terhadap proses belajar di kelas.

B. Saran

Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang di harapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa.



1 komentar:

Viedy Green mengatakan...

wuuiicchhh.... baguss... baguss... lanjutkan ya naakk.... kreatifitasmu sangat dibutuhkan. hahaha...