Kamis, 24 Februari 2011

Dimana Letak Bahagia Anda?

"Tempat untuk berbahagia itu ada disini. Waktu untuk berbahagia itu kini. Cara untuk berbahagia ialah dengan membuat orang lain berbahagia" Robert G. Ingersoll".
Berikut adalah tips yang bisa anda
lakukan:

1. Mulailah Berbagi!

Ciptakan suasana bahagia dengan cara
berbagi dengan orang lain. Dengan cara
berbagi akan menjadikan hidup kita
terasa lebih berarti.

2. Bebaskan hati dari rasa benci,

bebaskan pikiran dari segala
kekhawatiran.

Menyimpan rasa benci, marah atau dengki
hanya akan membuat hati merasa tidak
nyaman dan tersiksa.

3. Murahlah dalam memaafkan!

Jika ada orang yang menyakiti, jangan
balik memaki-maki. Mendingan berteriak
"Hey! Kamu sudah saya maafkan!!".

Dengan memiliki sikap demikian, hati
kita akan menjadi lebih tenang, dan
amarah kita bisa hilang. Tidak percaya?
Coba saja! Saya sering melakukannya. :-)

4. Lakukan sesuatu yang bermakna.

Hidup di dunia ini hanya sementara.
Lebih baik kita gunakan setiap waktu
dan kesempatan yang ada untuk melakukan
hal-hal yang bermakna, untuk diri
sendiri, keluarga, dan orang lain.

Dengan cara seperti ini maka
kebahagiaan anda akan bertambah dan
terus bertambah.

5. Dan yang terakhir, anda jangan
terlalu banyak berharap pada orang
lain, nanti anda akan kecewa!

Ingat, kebahagiaan merupakan tanggung
jawab masing-masing, bukan tanggung
jawab teman, keluarga, kekasih, atau
orang lain.

Lebih baik kita perbanyak harap hanya
kepada Yang Maha Kasih dan Kaya.

Karena Dia-lah yang menciptakan kita,
dan Dia-lah yang menciptakan segala
'rasa', termasuk rasa bahagia yang
selalu anda inginkan. ^_^
Ditulis oleh: Anne Ahira

Selasa, 22 Februari 2011

PENGATURAN KEHADIRAN DAN KETIDAK HADIRAN PESERTA DIDIK

A. Pengertian Kehadiran dan Ketidakhadiran
Dalam bahasa ilmiah kehadiran peserta didik biasa disebut dengan istilah presensi siswa dan ketidak hadiran peserta didik biasa disebut dengan istilah absensi siswa di sekolah, sedangkan dalam bahasa asing disebut school attendance dan non school attendance yang artinya ialah kehadiran dan keditak hadiran peserta didik di sekolah.

Imron (1994:59) mengartikan kehadiran dan ketidak hadiran sebagai berikut.
Kehadiran peserta didik di sekolah (school attendance) adalah kehadiran dan keikut sertaan peserta didik secara fisik dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jam-jam efektif di sekolah. Sedangkan ketidak hadiran adalah ketiadaan partisipasi secara fisik peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan sekolah.

Pengertian kehadiran di sekolah bukan hanya berarti peserta didik secara fisik ada di sekolah, melainkan ialah keterlibatan siswa dalam kegiatan-kegiatan sekolah, seperti di sebutkan dalam “dictionary of education”, good carter: “attendance at school not merely being bodily presence but incluiding actual participation in the work and activities of the school” (Tim Dosen AP, 1988:104).

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kehadiran peserta didik ialah keikutsertaan peserta didik secara fisik dan mental, serta keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan sekolah. Sedangkan ketidak hadiran peserta didik bisa di kata, tidak terlibatnya peserta didik dalam kegiatan sekolah.

B. Batasan Kehadiran dan Ketidak Hadiran
“Kehadiran siswa di sekolah (school attandence) adalah kehadiran dan keikutsertaan siswa secara fisik dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jam-jam efektif di sekolah. Sedangkan ketidakhadiran adalah ketiadaan partisipasi secara fisik siswa terhadap kegiatan-kegiatan sekolah” (Imron, 1994:59).
Pengertian kehadiran seperti yang dikemukakan di atas seringkali dipertanyakan, terutama pada saat teknologi pendidikan dan pengajaran telah berkembang pesat seperti sekarang ini. Kalau misalnya saja, aktivitas-aktivitas sekolah dapat dipancarkan melalui TV dan bisa sampai ke rumah, apakah kehadiran peserta didik secara fisik di sekolah masih dipandang mutlak?
Jika pendidikan atau pengajaran dipandang sebagai sekedar penyampaian pengetahuan, sedangkan para siswa dapat menyerap pesan-pesan pendidikan melalui layar kacanya di rumah, ketidakhadiran siswa di sekolah secara fisik mungkin tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, jika pendidikan bukan sekadar penyerapan ilmu pengetahuan, melainkan lebih jauh membutuhkan keterlibatan aktif secara fisik dan mental dalam prosesnya, maka kehadiran secara fisik di sekolah tetap penting apapun alasannya, dan bagaimanapun canggihnya teknologi yang dipergunakan. Pendidikan telah lama dipandang sebagai suatu aktivitas yang harus melibatkan siswa secara aktif, dan tidak sekedar sebagai penyampaian informasi belaka (Imron, 1994:60).
Dalam konteks pembimbingan atau bimbingan dan konseling, ketidakhadiran siswa hendaknya dipandang sebagai sebuah gejala dari inti masalah yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kehadirannya di sekolah, maka guru atau konselor seharusnya dapat memahami latar belakang dan faktor-faktor penyebab ketidakhadirannya, untuk menemukan inti masalah yang sebenarnya.

C. Sebab-Sebab Ketidakhadiran Peserta Didik
Ada banyak sumber penyebab ketidakhadiran peserta didik di sekolah. Pertama, ketidakhadiran yang bersumber dari lingkungan keluarga. Ada kalanya suatu keluarga mendukung terhadap kehadiran peserta didik di sekolah, dan adakalanya tidak mendukung. Bahkan dapat juga terjadi, bahwa keluarga justru menjadi perintang bagi peserta didik untuk hadir di sekolah. Pemecahan atas ketidakhadiran peserta didik yang bersumber dari keluarga demikian, tentulah lebih ditujukan pada langkah-langkah kuratif bagi kehidupan keluarga.
Adapun ketidakhadiran menurut Imron (1994:61-62) yang disebabkan atau bersumber dari keluarga adalah sebagai berikut:
1. Kedua orang tuanya baik ayah maupun ibu, bekerja. Hal demikian bisa terjadi, mengingat disamping peserta didik tersebut tidak mendapatkan pengawasan keluarga, juga bisa jadi yang bersangkutan memang disuruh menjaga rumah oleh kedua orang tuanya.
2. Ada kegiatan keagamaan di rumah. Kegiatan keagamaan demikian, terutama pada masyarakat yang religius, bisa menjadikan sebab peserta didik tidak hadir di sekolah.
3. Ada persoalan di lingkungan keluarga. Meskipun masalah tersebut tidak bersangkut paut dengan peserta didik, umumnya juga mempengaruhi jiwa peserta didik. Misalnya adanya pertengkaran antara ayah dan ibu, bisa menjadikan penyebab bagi peserta didik untuk tidak hadir di sekolah.
4. Ada kegiatan darurat di rumah. Kegiatan yang sifatnya darurat, lazim memaksa anak untuk turut menyelesaikan sesegera mungkin. Hal demikian, bisa menjadikan penyebab peserta didik tidak dapat hadir di sekolah.
5. Adanya keluarga, famili dan atau handai taulan yang pindah rumah. Ini seringkali menjadikan peserta didik untuk turut serta membantu serta menghadirinya. Tidak jarang, pindah rumah demikian bersamaan dengan hari dan atau jam sekolah. Pindah rumah memang tidak pernah mempertimbangkan aspek peserta didik sedang bersekolah ataukan tidak.
6. Ada kematian. Kematian di dalam keluarga umumnya membawa duka bagi anak. Oleh karena dukanya tersebut, anak kemudian tidak hadir di sekolah.
7. Letak rumah yang jauh dari sekolah. Hal demikian tidak jarang menjadikan peserta didik malas untuk hadir ke sekolah. Terkecuali jika ada transportasinya. Sungguhpun demikian, jarang juga ketika sudah ada transportasinya, peserta didik juga masih tetap tidak hadir di sekolah, karena mungkin waktu itu tidak mempunyai uang ongkos transportasi.
8. Ada keluarga yang sakit. Pada saat salah seorang anggota keluarga ada yang sakit, tidak jarang peserta didik dimintai untuk menunggu atau merawatnya, sehingga menjadi penyebab peserta didik tidak bersekolah.
9. Baju seragam yang tidak ada lagi. Ini dialami oleh mereka yang secara ekonomi memang lemah. Tidak seragam ke sekolah dikhawatirkan mendapatkan sangsi, umumnya peserta didik memilih tidak hadir di sekolah.
10. Kekurangan makanan yang sehat. Ini terjadi pada peserta didik yang berada di daerah-daerah kantong kemiskinan.
11. Ikut orang tua berlibur. Hari libur orang tua yang tidak bersamaan dengan hari libur sekolah bisa memberi peluang bagi tidak hadirnya peserta didik di sekolah. Karena, tidak jarang peserta didik mengikuti liburan orang tuanya.
12. Orang tua pindah tempat kerja. Orang tua yang pindah tempat kerja bisa menyebabkan anak tidak hadir di sekolah, oleh karena anak kadang-kadang mengikuti orang tua baik untuk jangka waktu lama maupun untuk jangka waktu tertentu saja.

Kedua, ketidakhadiran yang bersumber dari peserta didik itu sendiri. Hal demikian bisa terjadi, terutama pada peserta didik yang berjiwa labil serta kurang mendapatkan pengawasan dari orang tua atau keluarga. Adapun ketidakhadiran yang bersumber dari peserta didik sendiri adalah sebagai berikut:
1. Lupa tidak bersekolah. Hal ini bisa saja terjadi, mungkin karena tidurnya terlarut malam sehingga anak didik tersebut bangun kesiangan dan secara tidak di sengaja peserta didik yang bersangkutan lupa untuk mengikuti mata pelajran atau tidak hadir di sekolah.
2. Moralnya tidak baik. Pelajaran moral di sekolah sangatlah berguna bagi peserta didik yang ingin menimbah ilmu di sekolah, peserta didik yang tidak serius mengikuti mata pelajaran ini besar kemungkinan pendidikan moralnya tidak begitu memadai, hal seperti ini dapat mempengaruhi proses belajarnya, karna tidak sedikit peserta didik yang bolos di karenakan memiliki moral yang tidak baik, akibatnya peserta didik jadi enggan untuk pergi ke sekolah.
3. Terjadi perkelahian antar peserta didik. Problem semacam ini tidak jarang di temukan di lingkungan sekolah, perkelahian diantara peserta didik bisa saja menyebabkan peserta didik yang bersangkutan tidak dapat mengikuti pelajaran karena kena skorsing oleh gurunya.
4. Sakit yang tidak diketahui kapan sembuhnya. Hal ini tidak luput dari kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa, sakit adalah salah satu kodrat yang ada pada manusia, tidak menutup kemungkinan peserta didik yang juga sebagai makhluk ciptaan tuhan juga terkena musibah atau sakit yang tak kunjung sembuh, sehingga menyebabkan peserta didik tersebut membolos atau tidak masuk sekolah.
5. Anggota kelompok peserta didik yang suka membolos. Teman juga pempunyai peran aktif dalam menumbuhkan moral seseorang yang tinggal di sekitarnya, peserta didik yang berteman dengan sekelompok anak yang suka membolos, tidak menutup kemungkinan peserta didik yang bersangkutan juga ikut-ikutan membolos, anak yang suka membolos bisa saja menarik teman-temanya untuk ikut-ikutan membolos.
6. Anak itu sendiri yang memang suka membolos. Atau bisa saja seorang peserta didik yang membolos memang dari peserta didik itu sendiri, kurangnya motivasi dan bimbingan dari orang tua menyebabkan anak didik yang bersangkutan enggan untuk pergi ke sekolah.
7. Prestasinya lemah. Bisa saja peserta didik yang tidak hadir di sebbkan karna prestasinya yang lemah, yang menyebabkan peserta didik yang bersangkutan tidak pede atau malu terghadap teman sebayanya.

Ketiga, ketidakhadiran yang bersumber dari sekolah. Sekolah juga dipersepsi oleh peserta didik tidak mendukung terhadap keinginannya. Oleh karena itu, ketidakhadiran mereka di sekolah, dapat juga bersumber dari lingkungan sekolah. Adapun sumber-sumber penyebab ketidakhadiran peserta didik di sekolah yang bersumber dari lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
1 Lokasi sekolah yang tidak menyenangkan. Bisa juga peserta didik menjadi jenuh dan menyebabkan mereka absen sekolah hanya karena di tempat mereka belajar tidak memenuhi kriteria sekolah yang menyenangkan, sekolah adalah tempat berjalannya proses belajar mengajar, hal ini memerlukan motivasi untuk menarik hati peserta didik. Jika sekolahnya tidak menyenangkan, maka kemungkinan mereka enggan untuk belajar di sekolah itu, karena pada umumnya semua peserta didik lebih senang jika proses belajar mengajar di sekolah menggunakan metode joyful learning.
2 Program sekolah yang tidak efektif. Hal ini terjadi karena kurikulum yang di gunakan tidak tepat dalam mendayagunakan program kerja di sekolah. Program sekolah yang tidak tepat bisa saja mempengaruhi tujuan sekolah dan akibatnya seperti ini, peserta didik jadi enggan untuk pergi kesekolah.
3 Terlalu sedikit peserta didik yang masuk. Tidak sedikit di suatu sekolah yang kekurangan pelajar atau peserta didik, hal ini bisa juga berdampak pada peserta didik tersebut. Terkadang ada sekolah yang peserta didiknya melebihi batas maksimum, tetapi mereka jarang masuk sekolah, hal ini berakibat buruk bagi peserta didik yang lain. Karena kemungkinan mereka enggan masuk sekolah karena sedikitnya peserta didik yang masuk.
4 Biaya sekolah yang terlalu mahal. Masalah ekonomi juga termasuk salah satu permasalahan yang dapat menghambat proses belajar siswa. Biaya sekolah yang terlalau mahal akan menjadi beban bagi mereka yang tidak mampu, di Indonesia sekian banyak peserta didik yang putus sekolah hanya karna telat melunasi pembayaran di sekolah.
5 Kurangnya fasilitas sekolah. Fasilitas sekolah juga menjadi salah satu faktor atau media yang di butuhkan untuk memudahkan pembelajaran di sekolah. “Tahun dua puluhan proses belajar mengajar berbeda dengan sistem sekarang, yang sudah menggunakan banyak alat modern untuk melangsungkan proses belajar mengajar” Wijaya (1988:30). Jika fasilitas di sekolah tidak memadai, maka peserta didik merasa tidak terpenuhi akan kebutuhannya di sekolah. Hal ini dapat mengecewakan para siswa sehingga menyebabkan mereka enggan untuk pergi ke sekolah.
6 Kurangnya bimbingan dari guru baik secara individual maupun secara kelompok kepada peserta didik. Peran wali kelas di sekolah sangatlah penting bagi proses pembelajaran yang berlangsung di suatu sekolah. Selain dapat membantu siswa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dengan proses belajarnya, hal ini juga dapat menimbulkan keharmonisan antara peserta didik dengan pendidiknya. Jika para guru kurang menaruh simpati peserta didiknya, mereka merasa kurang di perhatikan dan mereka jadi sering membolos karena tidak kerasan di sekolah.
7 Program yang ditawarkan oleh sekolah kepada peserta didik tidak menarik. Program/tujuan/rencana adalah sesuatu yang harus di perhatikan dalam persekolahan, dalam proses belajar mengajar kita harus mempunyai tujuan yang jelas. “dalam pembaharuan pendidikan tidak akan berhasil kalau mengenyampingkan masalah tujuan” Wijaya (1988:30). Setiap peserta didik memiliki cita-cita di dalam kehidupannya, jika di suatu sekolah tidak menyediakan program yang dapat menarik perhatian peserta didik dalam membantu mewujudkan cita-citanya, peserta didik yang sekolah di suatu lembaga pendidikan ini akan merasa jenuh dan tidak menutup kemungkinan mereka merasa tidak nyaman di sekolah.
8 Suasana sekolah yang tidak kondusif. Pengaturan tata ruang sekolah yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa di sekolah sangat berpengaruh pada kehadiran peserta didik yang bersangkutan, hal ini berkaitan dengan kemauan para peserta didik yang menginginkan suasana sekolah yang kondusif.

Keempat, ketidakhadiran yang bersumber dari masyarakat. Sebagai lingkungan pendidikan yang ketiga, masyarakat juga menentukan dapat tidaknya, suka tidaknya peserta didik hadir di sekolah. Imron (1994:63) menyatakan ketidakhadiran yang bersumber dari faktor masyarakat ini adalah:
1. Terjadinya peledakan penduduk. Ketidakhadiran di sini, terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber yang dapat dipergunakan oleh anak untuk hadir di sekolah.
2. Keadaan genting di masyarakat. Kegawatan-kegawatan yang terjadi pada masyarakat, antara lain bisa menjadi penyebab peserta didik tidak hadir di sekolah. Terutama jika hal demikian dirasakan menakutkan oleh peserta didik.
3. Kemacetan jalan. Kemacetan demikian, terutama terjadi di kota-kota besar yang padat arus kendaraannya. Padatnya arus kendaraan ini, erat kaitannya dengan tidak seimbangnya antara rasio jalan dengan jumlah kendaraan yang ada. Sementara banyaknya jumlah kendaraan, berkaitan erat dengan tingginya daya beli masyarakat di satu pihak dan banyaknya permintaan penduduk terhadap sarana transportasi. Hal demikian akan terasa pada kota-kota yang padat penduduknya.
4. Adanya pemogokan massal. Pemogokan massal, bisa terjadi pada para pekerja dan bisa terjadi pada peserta didik di sekolah. Solidaritas yang berbentuk pemogokan ini bisa menjadikan peserta didik tidak mau hadir di sekolah.
5. Adanya peperangan. Di negara yang suhu politiknya menghangat, tidak jarang diwarnai oleh peperangan, baik peperangan antara satu negara dengan negara lain atau antar masyarakat di suatu negara. Perebutan kekuasaan di suatu negara sering juga diwarnai oleh peperangan. Pada saat demikian, peserta didik tedak hadir ke sekolah, karena alasan keamanan.

D. Pendekatan Peningkatan Kehadiran
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatan kehadiran peserta didik disekolah adalah dengan melihat kasus per-kasus. Sebab para peserta didik satu sama yang lainnya,mempunyai masalah-masalah yang berbeda.
A. Perbaikan Ligkungan Rumah
Usaha-usaha yang dapat dilakukan berkenaan berkaitan dengan perbaikan lingkunan rumah dalam rangka meningkatkan kehadiran peserta didik disekolah Imron (1994:66) berasumsi sebagai berikut:

1. Mengantarkan peserta didik kesekolah tepat pada waktunya. Hal demikian dapat dilakukan oleh orang tua pada kelas-kelas awal di sekolah dasar. Upaya demikian, dapat dilakukan juga oleh sekolah misalnya dengan transportasi sekolah yang tepat waktu dan dapat mengakomodasi peserta didik di sekolah.
2. Peserta didik diberi pekerjaan tertentu dan memerintahkan mereka mengumpulkannya kesekolah.
3. Orang tua berusaha memantau waktu tidur anaknya agar yang bersangkutan tidur tepat waktu sehingga dapat bangun tepat waktu juga. Dapat juga menyediakan weker agar anaknya bangun pagi-pagi benar sebelum berangkat kesekolah.
4. Pengupayakan agar peserta didik memahami sedalam mungkin mengenai tata tertib sekolah.

B. Perbaikan Kondisi Sekolah

Usaha-usaha yang dapat dilakukan berkenaan dengan perbaikan kondisi sekolah imron (1994:66) menyatakan sebagai berikut:

1. Mengunakan tata tertib sekolah sebagai salah satu pendekatan untuk meningkatkan kehadiran peserta didik di sekolah. Peserta didik yang melanggar tata tertip sekolah bisa diberi sangsi sesuai dengan yang ditentukan dan disepakati oleh peserta didik. Pada awal orientasi peserta didik, para peserta didik memang diminta untuk menyepakati kesediaanya untuk mentaati peraturan sekolah dan tata tertib sekolah.
2. Memberikan pengertian kepada peserta didik akan arti pentingnya kehadiran mereka.
3. Menjadikan kehadiran peserta didik disekolah sebagai prasyarat untuk mengikuti ujian atau kehadiran peserta didik sebagai bagian dari perhitungan nilai ujian di sekolah.
4. Memperbaiki kondisi sekolah agar dipersepsi oleh peserta didik sangat menarik.
5. Memperlibatkan guru secara aktif dalam upaya peningkatan kehadiran peserta didik.
6. Selalu mempresensi peserta didik pada saat awal masuk kelas, baik pada jam-jam pertama maupun pada saat jam-jam setelah istirahat atau pergantian jam. Mereka yang tidak ada pada jam-jam tertentu dicatat pada buku absensi dann digolongkan sebagai peserta yang tidak hadir.

C. Perbaikan Terhadap Peserta Didik Sendiri

“Perbaikan terhadap peserta didik sendiri sangat penting, oleh karena yang menentukan hadir tidaknya mereka sendiri. Usaha yang dilakukan dapat secara preventif, kuratif dan preservatif” Imron (1994:67). Preventif dalam kamus lengkap bahasa Indonesia berarti bersifat mencegah atau pencegahan, pencegahan ini bisa di terapkan dirumah oleh orang tua, di sekolah oleh guru dan juga di lingkungan mereka tinggal yakni masyarakat. Kuratif dalam kamus ilmiah popular berarti tindak penyembuhan atau pengobatan sedangkan preservatif dalam kamus ilmiah popular berarti memelihara, yang berarti memelihara kebiasaan baik yang sudah terbentuk. Artinya jika ketiga istilah ini sama-sama di terapkan, maka kehadiran peserta didik dapat di tingkatkan dan ketidakhadiran peserta didik dapat di kurangi.

D. Perbaikan Terhadap Kondisi Masyarakat

Perbaikan demikian akan dapat dilakukan, manakala ada kerja sama yang erat antara sekolah dengan masyarakat. Jika sekolah tersebut memang didirikan untuk masyarakat, maka semestinya masyarakat juga mendukung terhadap keberlangsungan sekolah. Dukungan tersebut dapat di wujudkan dalam bentuk mendukung terhadap upaya sekolah. Tidak diperbolehnya para peserta didik memasuki tempat-tempat hiburan pada saat jam sekolah berlangsung, adalah salah satu manifestasi dukungan yang patut dikembangkan. Demikian juga meminta keterangan atas peserta didik yang keluyuran di jalan-jalan pada saat jam sekolah, dapat dilakukan oleh masyarakat karena hal tersebut mendukung terhadap peningkatan kehadiran peserta didik di sekolah, Imron (1994:68).

E. Catatan Kehadiran dan Ketidakhadiran
Peserta didik yang hadir di sekolah hendaknya di catat oleh guru dalam buku presensi. Sementara peserta didik yang tidak hadir di sekolah dicatat dalam buku absensi. Dengan kata lain, presensi adalah daftar kehadiran peserta didik, sementara absensi adalah buku daftar ketidak hadiran peserta didik. Begitu jam pertama sudah dinyatakan masuk, serta para peserta didik masuk ke kelas, guru hendaknya mempresensi peserta didiknya satu persatu. Selain agar mengenal peserta didiknya, guru akan mengetahui siapa-siapa diantara peserta didiknya yang tidak masuk sekolah. Demikian juga pada jam-jam berikutnya setelah istirahat, guru perlu mempresensi kembali, barang kali ada peserta didiknya yang pulang sebelum waktunya. Tidak jarang, peserta didik pulang sebelum waktunya, hanya karena sudah merasa sudah dinyatakan masuk melalui presensi pada jam pertama, Imron (1994:68).

Sabtu, 05 Februari 2011

Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli

1. Kurikulum : suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.

2. Kurikulum : adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.

3. Kurikulum : niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.

4. Kurikulum adalah niat dan rencana, proses belajar mengajar adalah pelaksanaanya. Dalam proses tersebut ada dua subjek yang terlibat yakni guru dan siswa. Siswa adalah subjek yang dibina dan guru adalah subjek yang membina.

5. Curriculum dalam bahasa Yunani kuno berasal dari kata Curir yang artinya pelari; dan Curere yang artinya tempat berpacu. Curriculum di artikan jarak yang harus di tempuh oleh pelari. Dari makna yang terkandung berdasarkan rumusan masalah tersebut kurikulum dalam pendidikan di artikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijasah.

6. Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan.

7. Kurikulum adalah hasil belajar yang diniati atau intended learning out comes.

8. Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social anak didik.

9. Kurikulum adalah rencana atau program belajar dan pengajaran adalah pelaksanaan atau operasionalisasi dari rencana atau program.

10. Kurukulum adalah alat atau saran untuk mencapai tujuan pendidikan melalui proses pengajaran.

11. Kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan untuk anak didik. Artinya, hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak.

12. (Ronald. C. Doll, 1974, Hal 22) The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of course of study and list of subject and courses to all the experience which are offered to learnes unders the auspises or direction of the school.

13. (Johnson, 1967, hal 130) Kurikulum….a structured series of itended learning out comes.

14. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

15. (Beauchamp, 1968, hal 6) A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is the plant for education of pupils during their enrollment in given school. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran.

16. Caswel dan Chambell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum….to be composed of all experience children have a under the guidance of teacher.

17. Zais menjelaskan bahwa kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingnkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas.

18. Menurut Robert S. Zais (1976, hal 3), kurikulum sebagai bidang studi mencakup :1. The range of subject matters with which it is concerned (the substantive structure), and 2. The procedures of inkiuri and practice it follows (the syntactical structure).

19. Menurut George A. Beaucham (1976 hal 58-59), kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.

20. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika Nasional Pasal 1 ayat 19

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Minggu, 09 Januari 2011

contoh laporan penelitian hasil observasi (versi universitas negeri malang)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita semua menyadari bahwa ada satu hal di dunia ini yang tidak pernah berubaah yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak ingin ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita butuhkan untuk mengembangkan potensi anak di dalam negeri yang berperan sebagai aset negara yakni melalui proses pembelajaran.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Tujuan di atas dapat dicapai salah satunya dengan mengembangkan dan meningkatkan mutu serta daya saing dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran bagi guru-guru di sekolah yang di lakukan harus selalu mengacu pada tujuan undang-undang dengan memperhatikan karakteristik siswa sebagai penerus bangsa.

Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa:

Manusia adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang. Sebagai mana di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien, makhluk yang berbuat atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo educandum, merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat di gunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut.

“setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan karakteristik yang di dapat dari pengaruh lingkungan” (Sunarto, 1994:4). Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang ada didalam kelas, tidak seorangpun yang sama. Mungkin dua orang kelihatannya hampir sama, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati keduanya tentu terdapat perbedaan.

Untuk itu di perlukan guru-guru yang berkualitas, yang menguasai pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat mengelola kegiatan pembelajaran dua macam kelas yang optimal pada berbagai situasi siswa dan materi pembelajaran. Namun karena berbagai sebab, kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan harapan para guru di sekolah-sekolah yang menerapkan metode pembagian dua kelas.

Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran tertentu. Hal ini mungkin di sebabkan oleh pendekatan, strategi, model, atau metode yang diterapkan oleh guru kurang sesuai, juga kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga dan buku pegangan siswa yang terbatas atau sebab lain yang tidak diketahui.

Keadaan ini mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang pembelajaran di sekolah, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya peningkatan prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Hasil observasi terhadap kualitas proses pembelajaran dan penelitian terkait dengan hasil peninjauan mengindikasikan berbagai masalah yang dialami oleh sebagian besar guru yang bermuara pada kinerja mengajar yang masih rendah. Namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada peneliti maka masalah yang akan di pecahkan dalam penelitian ini dibatasi yaitu: ”apakah penerapan model pembelajaran dua macam kelas dapat mempermudah kinerja guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?”

Masalah diatas menurut peneliti akan dapat di jawab melalui pemecahan dua sub masalah di bawah ini, yaitu:

1. Bagaimana upaya meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Proboinggo?

2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelad di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian tentang pembelajaran di sekolah ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di jabarkan dalam tujuan khusus yaitu:

1. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas

Kelas merupakan sarana atau tempat penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, bahkan sampai perguruan tinggi. Dalam pembelajaran di kelas, “belajar itu akan lebih berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Cita-cita di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan siswa untuk belajar” (Sunarto, 1994:159).

Sebagian besar guru tidak menyadari akan pengalaman pembelajaran di kelas pada umumnya yang masih bersifat tradisional. Kebanyakan guru di kelas hanya berceramah menerangkan konsep, memberikan contoh soal dan latihan soal, kemudian mengadakan ulangan harian tanpa harus memperhatikan kebutuhan siswa dalam belajar.

Guru mengajar seperti hanya menyuapi makanan kepada siswanya. Siswa harus menerima suapan itu tanpa ada perlawanan, tanpa aktif berfikir, orang yang belajar dianggap sebagai individu yang pasif tanpa bisa memberikan kritik apakah pengetahuan yang di terimanya benar atau tidak. Akibatnya siswa menjadi sangat pasif, tidak kreatif dan tidak produktif. Bila hal ini tidak segera diatasi maka tidak heran bila pemahaman siswa terhadap pelajaran masih belum maksimal.

B. Pembelajaran Berdasarkan Teori Behavioristik

Salah satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di kelas yang masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di tandai dengan munculnya teori belajar yang dikenal dengan behavioristik.

“Gage dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul, 2009). Pada intinya, teori behavioristik menekankan pada pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa respon atau reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah pada umumnya. Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang di pahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus di pahami oleh murid” Degeng dalam (Maziatul, 2009).

Pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan dari benak guru ke otak siswa. Oleh karena itu peran guru sebagai pendidik harus mengembangkan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.

Pembiasaan dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. kegagalan dalam penambahan pengetahuan di kategorikan sebagai kesalahan yang perlu di hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. “Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa. Demikian juga, ketaatan pada aturan juga di pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” Degeng dalam (Maziatul, 2009).

C. Model Pembelajaran Dua Macam Kelas

Suatu model pembelajaran dengan mengklasifikasikan tempat penyelenggaraan pembelajaran atau kelas untuk menyesuaikan kemampuan, potensi dan bakat siswa. Model pembelajaran dua macam kelas ini mengutamakan kerja sama diantara guru dalam membentuk sistem belajar yang kondusif dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model ini di rancang pada umumnya supaya meningkatkan proses pembelajaran siswa yang berkaitan dengan hasil belajar akademik, memudahkan dalam penyampaian materi pembelajaran serta terbentuknya sistem pembelajaran yang efektif dan efisien.

Siswa belajar dan saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran, dengan ragam yang sama siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide yang mereka kuasai, sehingga memudahkan bagi para pendidik dalam menciptakan suatu suasana pembelajaran yang produktif.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengetahui kualitas proses kegiatan pembelajaran maka dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat peran aktif guru selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti melakukan observasi di salah satu sekolah dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam bentuk wawancara yang ditujukan pada sebagian guru dan penyebaran angket pada siswa.

Angket siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap kinerja guru dalam penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di terapkan di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Sedangkan untuk mengetahui hasil belajar siswa di lakukan penilaian kinerja guru melalui kegiatan wawancara. Wawancara terutama dilakukan terhadap guru-guru yang memiliki tugas ganda mengajar di dua macam kelas yang berbeda, untuk mengetahui mengapa siswa yang bersangkutan masih belum mengalami peningkatan prestasi belajar seperti yang di harapkan, karena untuk mengetahui hasil belajar siswa bisa dinilai dari kinerja guru dalam pembelajaran di kelas.

B. Teknik Analisis Data

Data yang berupa kalimat-kalaimat yang dikumpulkan melalui observasi dengan penyebaran angket pada siswa, wawancara pada sebagian guru diolah dan di analisis supaya menghasilkan kesimpulan yang valid.

Peneliti menggunakan dua komponen pokok dalam tahap analisis, yaitu data reduksi dan penguraian data. Data reduksi merupakan proses seleksi pemfokusan data yang ada dalam angket dan juga dalam bentuk recording. Proses pemfokusan ini bagian dari analisis yang mempertegas, memperpendek, dan membuang hal yang tidak penting. Proses ini berlangsung sepanjang pelaksanaan penelitian dan saat pengumpulan data, setelah data yang dikumpulkan lebih fokus pada permasalahan. Selanjutnya pada tahap penguraian data peneliti menjabarkan permasalahan sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Permasalahan

Data yang telah terkumpul, kebanyakan permasalahan yang timbul di sekolah ialah kurangnya motivasi belajar bagi siswa dan penegasan dari guru dalam melaksanakan kewajibannya. Akibat yang ditimbulkan siswa menjadi bosan, mengantuk dan malas mengikuti mata pelajaran yang berlangsung.

Memotivasi siswa dalam belajar menjadi kewajiban utama bagi guru di MA Nurul Jadid. Sesuai pengamatan terhadap tingkah laku yang tidak di inginkan dalam proses pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa selama KBM berlangsung. Selama pembelajaran berlangsung, ketika guru menjelaskan materi yang akan disampaikan, ditemukan bahwa rata-rata siswa di kelas memperlihatkan tingkah laku yang tidak di inginkan, yaitu mendengarkan musik ketika guru menjelaskan pembelajaran, bicara dengan teman sebangku, melamun dan bahkan ada yang tidur di saat KBM berlangsung. Setelah menerapkan aturan-atauran kelas kepada siswa, kebanyakan guru mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar.

Keluhan siswa mengenai cara mengajar atau metode pembelajaran yang diberikan guru di sekolahnya, kebanyakan mereka menuntut sistem pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menghidupkan suasana kelas dan juga tidak ambigu. Siswa hanya dituntut untuk mendengarkan ceramah dari guru dan apabila siswa tidak memahami, guru menjelaskan kembali sampai siswa tersebut benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud sang guru.

Pendidik di sini terkesan lebih mementingkan masukan atau input yaitu berupa stimulus dan siswa harus memahami serta mendapatkan apa yang diberikan oleh guru yakni berupa respon atau output. Guru berasumsi intinya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati atau jelas adanya, itu yang di dapatkan dari hasil belajar siswa. Juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya,


bahwa apa yang terjadi diantara input dan output itu dianggap tidak penting di perhatikan sebab tidak bisa diamati. Siswa memahami penjelasan yang di sampaikan guru, di sini siswa telah dianggap belajar tanpa memperhatikan apakah yang diberikan guru dan diterima oleh siswa itu berpengaruh bagi proses belajar siswa dalam memahami pelajarannya.

Demikian yang diperoleh dari salah satu angket siswa dengan jumlah keseluruhan angket lima puluh yang di sebarkan peneliti pada dua kelas yang berbeda, sebagai sampel untuk mengetahui proses pembelajaran di MA Nurul Jadid yang menerapkan model pembagian dua kelas yakni kelas MBI (Madrasah Berstandart Internasional) dan kelas reguler.

Permasalahan guru sendiri, dari hasil wawancar terhadap sebagian guru-guru yang mengajar di MA Nurul Jadid, kesulitan guru dalam pembelajaran kebanyakan minimnya metode yang di gunakan pendidik dalam menghadapi peserta didik yang memiliki pola belajar yang beragam dan minimnya pengetahuan guru mengenai apa-apa yang di butuhkan siswa dalam pembelajaran.

Demikian permasalahan yang dapat ditemukan peneliti di lapangan, dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa masalah yang dihadapi guru dalam penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid yang di jabarkan dalam dua sub masalah di bawah ini, yaitu:

1. Minimnya pemahaman guru mengenai karakteristik siswa atau apa yang siswa butuhkan dan minimnya metode atau keterbatasan guru dalam hal mengelola dua macam kelas seperti yang diterapkan di sekolah itu.

2. Kurangnya penegasan dan rasa sebagai pemotivator dari diri pendidik dalam usahanya meningkatkan hasil belajar siswa dan penggunaan metode yang terlalu ambigu yang dapat menurunkan nafsu belajar siswa.

B. Alternatif Masalah

Dengan diadakannya pembagian sub masalah, sehingga dapat di berikan alternatif atau penyelesaian mengenai masalah-masalah tersebut yang di jabarkan dalam beberapa sub alternatif, yaitu:

1. Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa

Mengenai pemahaman karakteristik siswa, siswa sebagi subjek didik yang di harapkan mampu memiliki kompetensi sebagaimana yang telah diterapkan dalam standart kompetensi, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali dan juga setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal merespon atau memahami sejumlah materi dalam pembelajaran. Dengan diadakannya analisis kemampuan awal dan karakteristik pada siswa, guru akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswanya, yang berfungsi sebagai pandangan atau acuan bagi bahan baru yang akan di sampaikan. Selain itu, guru juga dapat memperoleh gambran, mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya, kebutuhan para siswa.dengan berdasarkan pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa (Muflihin, 2009:2).

Alternatif kedua, guru dapat merencanakan materi pembelajaran yang akan di sampaikan terlebih dulu. Seharusnya proses pembelajaran yang di laksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak terlalu mengekang dan melebihi terhadap kebutuhan siswa dalam materi pelajaran. Kenyataan dilapangan, sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan di berikan di dalam kelas. Untuk itu sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing siswa, kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu “siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokan, dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran dan materi pembelajaran di sesuaikan dengan keadaan siswa” Suparman dalam(Muflihin, 2009:1).

Hasil dari tes ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni kelas unggulan dan kelas reguler. Hal ini sudah terlaksana di MA Nurul Jadid dan langkah selanjutnya hanya butuh pengembangan dan modifikasi metodenya supaya lebih mendapatkan hasil yang lebih bermutu.

Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan hasil analisis kemampuan awal siswa, guru di harapkan dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin di ketahui adalah bahwa ada pokok materi pembelajaran tetentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti dan pada sebagian materi pembelajaran yang lain sebagian besar siswa belum memahami. Rencana pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru terhadap kondisi pembelajaran yang sebagian besar siswanya sudah memahami materi ini, bisa di lakukan pembelajaran dalam bentuk diskusi yakni siswa di minta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar. Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan di berikan pembelajaran secara penuh di dalam kelas.

2. Menerapkan penguat-penguat yang ada dalam teori belajar behavioristik (shaping dan modelling).

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dan respon, dimana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang di tunjukkan oleh siswa sebagai hasil dari belajar. Seperti yang telah di terapkan di sekolah, teori belajar behavioristik bisa membantu meningkatkan semangat dan motivasi siswa. Di dalam teori behavioristik terdapat istilah shaping dan modelling, shaping sebagai langkah awal dalam memberikan motivasi kepada siswa yakni dengan pembentukan perilaku. Masalah yang ada di lapangan seperti minimnya motivasi belajar siswa yang dapat menurunkan semangat siswa dalam pembelajaran bisa diatasi dengan di terapkannya proses shaping atau menguatkan komponen-komponen respon dalam usahanya mengarahkan subyek didik kepada respon yang di inginkan.

Esti dalam(Thohir,2010) menyampaikan: Shaping untuk memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid antara lain:

1. Datang di kelas pada waktunya

2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru

3. Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik

4. Mengerjakan pekerjaan rumah

5. Penyempurnaan

Hasil dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku menunjukkan bahwa kehadiran masuk sekolah bertambah setelah beberapa bulan, motivasi belajar siswa hidup kembali dan yang lebih penting lagi ialah siswa menjadi lebih bisa bekerja sama di kelas dan menggunakan waktu belajar mereka lebih efektif dengan penerapan shaping ini.

Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat di terapkan secara tepat oleh operant conditioning. Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain sebagai model. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan guru untuk memberi motivasi kepada siswa dalam pembelajaran. Clarizio dalam(Thohir, 2010) memberi contoh bagus mengenai bagaimana guru menggunakan modelling untuk mengembangkan, meningkatkan minat belajar murid terhadap literatur bahasa inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa inggris dengan tertawa terbahak-bahak, kadang tersenyum, mengerutkan dahi dan sebagainya, demi membangkitkan daya tarik anak terhadap buku tersebut.

Modelling bisa di terapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun orang lain sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran aqidah akhlak, qur’an hadits, bahasa arab, bahasa inggris seperti yang ada pada mata pelajaran di MA Nurul Jadid. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik, siswa diajak ke suatu tempat dimana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas atau sekolah.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan pemaparan permasalahan yang di temukan di lapangan dan disertai dengan alternatif penyelesaiannya, dapat di simpulkan bahwa permasalahan yang menghambat keefektifan pelaksanaan pembelajaran di MA Nurul Jadid ialah minimnya pemahaman guru mengenai kebutuhan siswa seta kurangnya partisipasi siswa terhadap proses belajar di kelas.

B. Saran

Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang di harapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa.